Oleh: Rizka Aulia
Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara, turut mendukung program Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, dengan melaksanakan perayaan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) tingkat Provinsi Sumatera Utara pada 13—16 November 2024 di Hotel Le Polonia, Medan.
Di tengah derasnya arus globalisasi, FTBI hadir sebagai bentuk kepedulian Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara (BBPSU) untuk menyeimbangkan dan menghidupkan kembali rasa bangga terhadap kekayaan bahasa dan budaya di Sumatera Utara. Sumatera Utara dengan keanekaragaman etnis, budaya, dan bahasa menjadi panggung yang tepat bagi tunas bahasa ibu untuk memamerkan kebolehannya.
Sebelum sampai pada tahap FTBI hari ini, berbagai tahapan telah dilaksanakan oleh Kelompok Kepakaran Layanan Profesional Pelindungan dan Pemodernan Bahasa dan Sastra (KKLP Molinbastra) BBPSU. Tahapan dimulai dengan Rapat Koordinasi Antarinstansi, Diskusi Kelompok Terpumpun dengan Pakar dan Maestro, Peningkatan Kompetensi Guru Utama, Pengimbasan oleh Guru-Guru di kabupaten/kota, Pemantauan dan Evaluasi oleh KKLP Molinbastra BBPSU, Pelaksanaan FTBI tingkat kabupaten/kota, hingga sampailah pada Puncak Perayaan FTBI Tingkat Provinsi.
Tahapan yang sama sekali tidak singkat. Oleh karena itu, pada puncak FTBI ini sebanyak 168 siswa sudah seharusnya merayakan dan turut bersenang-senang selama kegiatan berlangsung. “Marilah kita berikan apresiasi kepada anak-anak kita yang telah berbahagia, bersenang-senang, berlatih, dan merevitalisasi bahasa daerah mereka. Karena aktor utama pada revitalisasi bahasa daerah ini adalah tunas muda yang telah menggunakan bahasa daerah dalam berbagai permainan dan media dengan penuh sukacita dan penuh kegembiraan.” Ujar Hidayat Widiyanto, Kepala BBPSU dalam sambutannya. Kegiatan dibuka oleh Sekretaris Dinas Pendidikan, mewakili Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, Roedy Fahrizal. Roedy menyampaikan, “Anak-anak, janganlah merasa rendah diri ketika menggunakan bahasa daerah. Karena di suatu masa nanti, bahasa daerah akan semakin langka penggunaannya. Maka, di sinilah peran kalian sebagai tunas bahahsa ibu menjadi tonggak penerus warisan bahasa dan budaya yang ada di Sumatera ini. Banggalah terhadap bahasa dan budaya yang kalian miliki.”
BBPSU bersama 12 kabupaten/kota melaksanakan revitalisasi bahasa daerah Melayu dialek Panai, Melayu dialek Sorkam, Melayu dialek Asahan, Melayu dialek Langkat, Batak dialek Angkola, Batak dialek Toba, Batak Simalungun, dan Bahasa Nias yang juga merupakan daerah yang turut andil dalam FTBI kali ini. Siswa-siswi tunas bahasa ibu menampilkan 7 jenis kegiatan, membaca dan menulis aksara daerah, menulis cerita pendek, membaca dan menulis puisi (sajak), mendongeng, pidato, menyanyi atau tembang tradisi, serta komedi tunggal.
FTBI lebih dari sekadar panggung pertunjukan kebolehan. Dalam kemeriahan dentingan musik, gemuruh puisi, lelucon komedi tunggal, tersirat sebuah harapan bahwa bahasa ibu akan terus hidup dalam percakapan sehari-hari dan terpatri dalam setiap generasi.
Bahasa ibu adalah salah satu jantung dari keberagaman yang ada di Sumatera Utara. Melalui FTBI, harapannya siswa dapat lebih menghargai, bangga, dan turut andil dalam merawat bahasa daerah. Bermodalkan bahasa daerah, para siswa mencetak prestasi bergengsi tingkat provinsi yang nantinya akan tercatat dalam Pusat Prestasi Nasional. Syaiful Bahri, M. Hum., mewakili Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra dalam penguatannya menyampaikan “Anak-anak yang kami banggakan, sebagai tunas bahasa ibu kalian sudah sepatutnya bangga, karena dengan bermodalkan bahasa daerah kalian mampu mencetak prestasi yang akan ditorehkan dalam Pusat Prestasi Nasional.”
Sebagai penutup, FTBI merupakan cermin bagi sebuah bangsa yang sadar akan akar budayanya, yang menyadari bahwa bahasa ibu adalah jembatan penghubung antara masa lalu dan masa depan. Sebuah perjalanan yang tak hanya mengingatkan kita pada kisah nenek moyang, tetapi juga memberi kesadaran untuk terus merawat keberagaman dengan bahasa sebagai petunjuk dan budaya sebagai pijakan.